Menyontek “Membudayakah”?
https://www.google.com/search?q=menyontek+membudayakah
KabarIndonesia
- Di zaman serba instan, banyak siswa meraih prestasi dengan usaha yang
negatif, salah satunya menyontek. Kalau sudah seperti ini, siapa yang
dapat disalahkan ? Tuntutan zaman atau masyarakat yang memang malas ?
Menyontek merupakan sebuah tradisi di dunia pendidikan yang hampir tidak mungkin dihilangkan. Menyontek sendiri diartikan sebagai tindakan bohong, curang ataupun meniru hasil pekerjaan orang lain untuk memperoleh keuntungan tertentu dengan mengorbankan orang lain. Kegiatan menyontek sudah terlihat lazim, dari masa lalu sampai saat ini dan mudah ditemui di berbagai tingkatan sekolah sampai perguruan tinggi pada saat menghadapi ujian. Hal ini membuat menyontek seakan-akan menjadi budaya yang telah berakar di kalangan pelajar. Namun apakah memang lebih memprihatinkan dari anak sekolah zaman dahulu?
Menyontek bisa terjadi bila kita dalam kondisi dibawah tekanan untuk berprestasi jauh lebih besar daripada kemampuan yang dimiliki. Hanya tinggal menunggu kesempatan ataupun peluang untuk melakukannya karena pengawasan yang tidak ketat. Contohnya adalah dengan selembar kertas kecil, menulis di telapak tangan, sampai menggunakan alat modern yaitu, handphone. Hal ini membuat karakter siswa menjadi jeblok. Bisa dipastikan, kata menyontek tidak pernah absen.
Kebiasaan menyontek menjadikan kita semakin malas, tidak jujur, tidak terlatih dalam memecahkan masalah, membuat kita tidak mandiri, terlalu bergantung pada orang lain, menjadi mudah putus asa, menghambat tumbuh dan kembang otak kita. Meski sekolah ataupun perguruan tinggi telah memiliki aturan yang melarang para siswanya untuk melakukan tindakan mencontek, dalam prakteknya sangat sulit untuk menegakkannya. Kegiatan menyontek semakin marak dengan hadirnya media online. Ketika siswa atau mahasiswa diberikan tugas oleh guru atau dosen untuk membuat makalah, banyak yang mengcopy-paste berbagai tulisan yang ada di media online. Miris bukan ?
Alasan menyontek karena adanya keinginan untuk mencapai prestasi yang gemilang, lulus ujian, dan nilai yang tinggi. Pelajar yang suka menyontek adalah pelajar yang penakut dan tidak percaya diri serta tidak dapat menerima kekalahan. Padahal semua hal itu bukanlah penjamin keberhasilan, yang terpenting adalah proses menuju keberhasilan dengan cara yang jujur. Dalam proses belajar, pasti kita akan mengalami kegagalan.
Namun untuk mencapai keberhasilan itulah, kegagalan adalah proses dari keberhasilan. Dengan sikap seperti itu, menumbuhkan rasa percaya diri dengan merasa puas akan hasil kerja kita sendiri. Percuma kita mendapatkan nilai yang tinggi tapi bukan hasil pikiran kita sendiri, akan ada rasa yang mengganjal di hati. Kita telah membodohi diri kita sendiri. Tidakah kita berpikir ke sana ?
Bila kita menyontek dengan rutin, maka kita tidak akan mempunyai semangat belajar, kita akan terpuruk dalam kegiatan masyarakat, dan kita akan dianggap tidak mempunyai motivasi dalam belajar. Maka kita sebagai generasi penerus bangsa, kita harus bisa memperbaiki karakter sebagai pelajar yang mempunyai semangat belajar yang giat, tekun, dan aktif. Semua itu dapat berguna bagi masa depan kita bila kita melakukannya dengan cara yang positif dan jujur.
Maka dari itu, masyarakat Indonesia harus membiasakan diri memiliki budaya malu. Malu jika membuang sampah sembarangan, malu jika melanggar aturan, malu jika korupsi, malu jika menyogok, malu jika menerima sogokkan, malu jika hanya bisa mengkritik, dan malu jika menyontek. Namun hanya sedikit orang yang menaati budaya malu ini.
Seandainya dalam diri kita ada potensi yang dapat kita galih, maka kembangkanlah potensi tersebut itu akan membawa kita dalam keberhasilan. Kuncinya adalah jangan merasa rendah diri, jadilah diri sendiri, hargai kekurangan dan kelebihan sekecil apapun yang kita miliki, jangan putus asa, dan yang paling utama adalah jangan pernah mengeluh.(*)
Menyontek merupakan sebuah tradisi di dunia pendidikan yang hampir tidak mungkin dihilangkan. Menyontek sendiri diartikan sebagai tindakan bohong, curang ataupun meniru hasil pekerjaan orang lain untuk memperoleh keuntungan tertentu dengan mengorbankan orang lain. Kegiatan menyontek sudah terlihat lazim, dari masa lalu sampai saat ini dan mudah ditemui di berbagai tingkatan sekolah sampai perguruan tinggi pada saat menghadapi ujian. Hal ini membuat menyontek seakan-akan menjadi budaya yang telah berakar di kalangan pelajar. Namun apakah memang lebih memprihatinkan dari anak sekolah zaman dahulu?
Menyontek bisa terjadi bila kita dalam kondisi dibawah tekanan untuk berprestasi jauh lebih besar daripada kemampuan yang dimiliki. Hanya tinggal menunggu kesempatan ataupun peluang untuk melakukannya karena pengawasan yang tidak ketat. Contohnya adalah dengan selembar kertas kecil, menulis di telapak tangan, sampai menggunakan alat modern yaitu, handphone. Hal ini membuat karakter siswa menjadi jeblok. Bisa dipastikan, kata menyontek tidak pernah absen.
Kebiasaan menyontek menjadikan kita semakin malas, tidak jujur, tidak terlatih dalam memecahkan masalah, membuat kita tidak mandiri, terlalu bergantung pada orang lain, menjadi mudah putus asa, menghambat tumbuh dan kembang otak kita. Meski sekolah ataupun perguruan tinggi telah memiliki aturan yang melarang para siswanya untuk melakukan tindakan mencontek, dalam prakteknya sangat sulit untuk menegakkannya. Kegiatan menyontek semakin marak dengan hadirnya media online. Ketika siswa atau mahasiswa diberikan tugas oleh guru atau dosen untuk membuat makalah, banyak yang mengcopy-paste berbagai tulisan yang ada di media online. Miris bukan ?
Alasan menyontek karena adanya keinginan untuk mencapai prestasi yang gemilang, lulus ujian, dan nilai yang tinggi. Pelajar yang suka menyontek adalah pelajar yang penakut dan tidak percaya diri serta tidak dapat menerima kekalahan. Padahal semua hal itu bukanlah penjamin keberhasilan, yang terpenting adalah proses menuju keberhasilan dengan cara yang jujur. Dalam proses belajar, pasti kita akan mengalami kegagalan.
Namun untuk mencapai keberhasilan itulah, kegagalan adalah proses dari keberhasilan. Dengan sikap seperti itu, menumbuhkan rasa percaya diri dengan merasa puas akan hasil kerja kita sendiri. Percuma kita mendapatkan nilai yang tinggi tapi bukan hasil pikiran kita sendiri, akan ada rasa yang mengganjal di hati. Kita telah membodohi diri kita sendiri. Tidakah kita berpikir ke sana ?
Bila kita menyontek dengan rutin, maka kita tidak akan mempunyai semangat belajar, kita akan terpuruk dalam kegiatan masyarakat, dan kita akan dianggap tidak mempunyai motivasi dalam belajar. Maka kita sebagai generasi penerus bangsa, kita harus bisa memperbaiki karakter sebagai pelajar yang mempunyai semangat belajar yang giat, tekun, dan aktif. Semua itu dapat berguna bagi masa depan kita bila kita melakukannya dengan cara yang positif dan jujur.
Maka dari itu, masyarakat Indonesia harus membiasakan diri memiliki budaya malu. Malu jika membuang sampah sembarangan, malu jika melanggar aturan, malu jika korupsi, malu jika menyogok, malu jika menerima sogokkan, malu jika hanya bisa mengkritik, dan malu jika menyontek. Namun hanya sedikit orang yang menaati budaya malu ini.
Seandainya dalam diri kita ada potensi yang dapat kita galih, maka kembangkanlah potensi tersebut itu akan membawa kita dalam keberhasilan. Kuncinya adalah jangan merasa rendah diri, jadilah diri sendiri, hargai kekurangan dan kelebihan sekecil apapun yang kita miliki, jangan putus asa, dan yang paling utama adalah jangan pernah mengeluh.(*)
Blog: http://www.pewarta.kabarindonesia.blogspot.com/
No comments:
Post a Comment